Perjuangan & Pengorbanan
Seumur Hidup

Ilustrasi Mona, Abraham, dan dokter di ruangan RS
Mona mengajarkan Abraham untuk membuat kue dan dijual kepada lingkungan sekitar. Sumber: Dok. pribadi

Usai kejadian yang mengubah hidupnya, Mona beralih pada opsi pendidikan nonformal yang bisa ia carikan untuk Abraham. Tidak mudah memang, mengingat tahun 2000-an awal bukanlah masa yang begitu terbuka dan teredukasi mengenai autisme. Lagipula, ia juga berpendapat ijazah pendidikan formal tidak akan banyak membantu masa depan. Daripada dapat nilai 10 fisikanya, mending Abraham belajar cara masak, cuci baju, dan hidup mandiri, pikir Mona saat itu. Ia lebih memilih Abraham bisa bertahan hidup saat nanti ia sudah tiada dibandingkan bisa mengerjakan soal matematika.

Akhirnya pilihannya jatuh kepada sentra-sentra pendidikan nonformal yang kelasnya didesain spesial bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Berbeda dengan bangunan-bangunan megah sekolah biasanya. Satu kelasnya hanya terdiri dari 15-20 anak dengan perbandingan guru 1:2 atau 1:3. Dengan demikian, setiap guru bisa mengawasi kebutuhan dan progres setiap anak dengan lebih detail. Pada kasus Abraham, ia membutuhkan lebih banyak terapi wicara dan program life skills dasar.

Kesulitan yang dihadapi oleh Mona tidak berkurang. Kesulitan finansial masih terjadi, tantangan baru dalam mengasuh Abraham terus berdatangan setiap harinya, tetapi persepsinya terhadap kehidupan berubah. Ia memiliki perspektif yang baru. Saat waktu-waktu sulit menghadang, ia tidak lagi kehilangan harapan. Ia hanya menundukkan kepala dengan khusyuk, meminta kekuatan dan kecukupan Tuhan. Kemudian entah bagaimana, selalu ada berkat-berkat kecil yang datang dalam hidupnya.

Bu Mona!, seorang tukang majalah keliling mengetuk pintu rumahnya

Terkejut mendengar hal itu, Mona bergegas keluar rumah, Iya mas, ada apa?

Ini bu, kata bu RT, anak ibu autis? Ini di majalah saya ada tulisan autisme, siapa tau berguna buat ibu baca-baca, kata tukang majalah itu sambil memberikan majalahnya kepada Mona.

Tukang majalah memberikannya majalah gratis, pedagang sayur keliling sering memberikannya sayuran atau buah ekstra, penjual ikan berbaik hati memberikannya ikan nila yang bisa dimakan oleh Abraham tanpa reaksi alergi. Mona sekeluarga dicukupkan. Hingga saat ini, Abraham terus disekolahkan dalam pendidikan nonformal baik lewat sentra-sentra anak berkebutuhan khusus maupun lewat edukasi yang diberikan Mona sehari-hari di rumah.

slide-asset-1
Abraham mengenalkan batik bersama Putri Pariwisata Indonesia 2016 & berfoto bersama Mister Indonesia serta Puteri Indonesia Jawa Barat.
Sumber: Dok. pribadi

Abraham bisa berkomunikasi dengan keluarganya melalui kata-kata dan kalimat yang sederhana. Ia juga memiliki rutinitas harian yang ia ikuti secara detail, misalnya:

Membangunkan Mona setiap pagi

Mengajaknya doa bersama

Meminta sarapan yang ia inginkan

Membuka gorden dan jendela rumah

Masuk ke toilet tiap pagi

dan masih banyak lagi.

Di akhir pekan, Abraham terbiasa mengganti sepuluh sarung bantal di rumah dan membantu Mona membersihkan rumah mereka asalkan mendapatkan sebuah reward seperti buah mangga atau makanan apapun yang ia sukai.

Bagi Mona, memiliki anak yang spesial seperti Abraham justru menjadi pelajaran hidup paling berharga yang ia dapatkan. Tidak mudah memang, tapi pengorbanannya dalam mendidik Abraham membuahkan hasil yang manis. Abraham pernah menjadi peragaan dan berjalan bersama Putri Indonesia di sebuah catwalk sambil membawa batik khas daerah, bergabung dalam kelompok paduan suara di Monas, berkemah di gereja, menjadi duta lingkungan, dan bahkan menerima pesanan kue kering di saat hari raya Lebaran dan Natal. Tak mungkin Mona bisa memprediksi hal-hal semacam itu saat Abraham masih kecil dulu. Ia hanya ingin putranya yang berkebutuhan khusus bisa mandiri dan tidak merepotkan orang lain.

Berkat Abraham, Mona terinspirasi untuk mendampingi orang tua lain yang sedang membangun pengalaman mendidik anak autisme. Kini, ibu dari tiga anak itu rajin membagikan pengalamannya menjadi orang tua ABK. Pada waktu luangnya, ia juga mengadakan workshopkecil-kecilan bagi anak berkebutuhan khusus, seperti membuat kain jumputan, baking, danlife skill lain yang berguna bagi kemandirian mereka di masa depan. Semua ini ia lakukan tanpa meminta bayaran sedikit pun, ia merasa ada suatu kepuasan dan kesenangan tersendiri ketika ia bisa membantu orang lain, sekecil apapun itu.

Ilustrasi Mona, Abraham, dan dokter di ruangan RSIlustrasi Mona, Abraham, dan dokter di ruangan RSIlustrasi Mona, Abraham, dan dokter di ruangan RS
Beberapa kegiatan aktivisme Mona yang terkait dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Sumber: Dok. pribadi
Ilustrasi Mona, Abraham, dan dokter di ruangan RS
Mona mengajarkan anak-anak down syndrome untuk membuat kain jumputan.
Sumber: Dok. pribadi

Project Akhir Skripsi Berbasis Karya Universitas Multimedia Nusantara:
Interactive Multimedia Storytelling