Menuju Masa Depan
Pendidikan yang Lebih Inklusif

Kisah Mona bukan sekadar tentang seorang ibu yang berjuang demi pendidikan anaknya yang memiliki autisme, tetapi potret kecil dari sistem pendidikan kita yang masih belajar memahami makna inklusivitas.
Di balik setiap tolakan yang ia dapatkan, tersimpan suatu kegagalan sistem pendidikan yang belum siap menerima mereka yang ‘berbeda’.
Walaupun konsep inklusivitas terdengar begitu indah, masih banyak anak-anak dengan autisme yang harus berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Bagi mereka, tantangan terbesar bukan terletak pada pembelajaran membaca atau berhitung, tetapi untuk diterima sebagai bagian dari pendidikan itu sendiri.
Oleh karena itu, dibutuhkan adanya sinergi dari segala pihak untuk terus mengusahakan inklusivitas di dalam pendidikan bagi anak-anak dengan autisme. Dari sisi pemerintah, diperlukan upaya lebih lanjut untuk memberikan dukungan pelatihan atau pembekalan kepada para guru terkait penanganan anak-anak berkebutuhan khusus secara praktis di lapangan. Dari sisi orang tua, perlu adanya kesadaran bahwa setiap anak dengan autisme memiliki kebutuhan pendidikan yang berbeda-beda sehingga tidak ada satu bentuk pendidikan yang sesuai untuk semua anak. Dengan itu, orang tua perlu bekerja sama dengan psikolog atau ahli untuk menentukan pilihan pendidikan yang paling sesuai untuk kebutuhan sang anak. Sementara itu, penting bagi satuan pendidikan untuk terus mengusahakan inklusivitas bagi semua anak dengan terus belajar, menambah ilmu mengenai isu ini, membangun sarana prasarana yang mendukung, dan melakukan penyesuaian kurikulum yang ada.
Dengan demikian, masa depan pendidikan Indonesia dapat bergerak ke arah yang lebih inklusif, tempat setiap anak, termasuk mereka yang berada di spektrum autisme bisa belajar, bermain, dan bertumbuh tanpa takut dinilai “berbeda.”
Sejatinya, inklusivitas tidak selalu dimulai dengan langkah-langkah yang besar, tetapi ia juga bisa dimulai dari langkah kecil: mendengarkan, memahami, dan menerima. Sebab pada akhirnya, pendidikan yang inklusif bukan hanya tentang memberi akses, melainkan tentang membangun sistem yang menghargai setiap bentuk kecerdasan manusia.